Kudus Masuk Zona Oranye, Masyarakat Diminta Tetap Jalankan Protokol Kesehatan

 

KUDUS – Kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan menjadi kunci penurunan kasus Covid-19 di Kabupaten Kudus. Meskipun tak lagi zona merah, masyarakat diminta waspada dan tetap disiplin jalankan protokol kesehatan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh juru bicara Tim Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 Kabupaten Kudus Andini Aridewi bersama Kepala Dinas Kominfo Kudus Kholid dan sejumlah pejabat terkait dalam konferensi pers di Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, Sabtu (15/8).

Andini menyampaikan, penilaian zona tak hanya berdasarkan penambahan atau pengurangan kasus saja. Namun peningkatan penderita sembuh, meninggal, maupun resiko penyebaran juga termasuk dalam penilaian zona. Terkait sanksi administrasi maupun sanksi sosial bagi yang melanggar protokol kesehatan, Andini menyampaikan saat ini Pemerintah Kabupaten Kudus masih menggodog aturan tersebut. Pihaknya menuturkan yang bisa dilakukan masyarakat adalah adaptasi tatanan hidup baru. Masyarakat diajak untuk menerapkan protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari, bukan dengan menganggap bahwa pandemi telah berakhir.

“Peran pemerintah saja tak cukup menangani pandemi. Kami meminta kesadaran masyarakat untuk terus terapkan protokol kesehatan. Seperti yang diketahui, kita semua tidak mengetahui sampai kapan pandemi ini berakhir. Jadi yang bisa kita lakukan ya beraktivitas namun mengedepankan protokol kesehatan. Saat ini, aturan sanksi bagi yang melanggar masih diproses pemerintah bersama teman-teman hukum,” ujarnya.

Pihaknya juga menyampaikan mulai saat ini, informasi kasus Covid-19 di Kabupaten Kudus telah memakai istilah baru sesuai Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) 413. Istilah baru tersebut yakni suspect, kontak erat, probable, dan Covid Confirm. Suspect artinya orang dengan gejala seperti demam, batuk pilek, nyeri tenggorokan, dan kontak erat dengan penderita, kasus dengan gejala yang merupakan dari daerah transmisi atau melakukan perjalanan dari daerah transmisi, dan kasus dengan gejala infeksi saluran pernafasan berat yang merupakan kontak erat maupun daerah transmisi. 

Lalu kontak erat merupakan orang yang kontak dengan penderita Covid Confrmed jarak dekat (kurang dari satu meter) dalam waktu lebih dari 15 menit, atau  bersentuhan dengan penderita Covid Confirmed, dan tenaga kesehatan yang menanganai kasus Covid Confirmed tanpa memakai APD sesuai standar. Selanjutnya Probable adalah penderita dengan kasus seperti Covid Confirmed namun belum dilakukan pemeriksaan swab PCR. Terakhir Covid Confirmed yakni orang tanpa gejala, terkonfirmasi Covid-19 dengan gejala ringan, sedang dan berat. Andini juga menuturkan alasan baru mengubah istilah saat ini karena mengau pada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah yang masih menggunakan istilah lama.

“Selama ini, input data ke Provinsi Jateng masih menggunakan istilah lama. Baru diubah akhir-akhir ini. Oleh karena itu, penyajian informasi kami juga masih memakai istilah lama. Tapi kami telah memakai istilah baru saat mendata penderita di Kabupaten Kudus,” ucapnya.

Sampai kemarin yakni 14 Agustus 2020, perkembangan kasus Covid-19 Kabupaten Kudus suspect 108 orang, kontak erat 459 orang, dan total akumulasi konfirmasi Covid-19 sebanyak 872 orang. Sementara itu, total konfirmasi Covid-19 saat ini 308 orang dengan rincian 81 orang dirawat dan 227 orang isolasi mandiri. Tterdapat 459 orang sembuh dan 105 orang meninngal disertai penyakit bawaan. Andini menyampaikan, transparansi data nama penderita dan lokasi detail tidak boleh disosialisasikan karena mengacu kode etik. Namun, data pasien diberikan kepada beberapa pihak yang berwenang seperti dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, maupun satgas desa. 

“Data pasien tidak boleh disosialisasikan ke publik. Data hanya diberikan ke pihak yang berwenang dan bertujuan untuk menangani pasien penderita Covid-19,” tegasnya.

Penjelasan terkait pemulasaran jenazah penderita Covid-19 juga disampaikan oleh Andini. Menurut Fatwa MUI No. 18 Tahun 2020 disampaikan baik pasien suspect, probable, dan Covid-19 Confirmed, pemulasaran dan pemakaman jenazah berdasarkan protokol pemulasaran Covid-19. Andini menambahkan, setiap desa juga telah memiliki tenaga pemulasaran jenazah infeksius hasil pelatihan Dinas Kesehatan Kudus yang dapat diberdayakan oleh satgas desa setempat. Pihaknya mengerti kontroversi yang timbul terkait penderita suspect yang ternyata hasil swabnya baru diketahui negatif setelah penderita meninggal dan dimakamkan secara Covid-19. Namun, pihaknya tidak mau mengambil resiko karena jika hasil pemeriksaan swab ternyata positif, maka cluster baru Covid-19 akan muncul. 

“Fatwa MUI telah jelas, jadi tak hanya jenazah Covid-19 Confirmed saja yang dimakamkan dengan protokol kesehatan. Ini untuk mengurangi resiko penularan,” terangnya.

Pihaknya juga menepis adanya stigma ‘pengcovidan kasus’. Fasilitas kesehatan manapun, menurutnya, mengacu pada peraturan yang ada saat mendiagnosis penderita Covid Confirmed. Prosedur tentang manajemen klinis juga telah jelas, sehingga sangat susah jika ada pelanggaran yang sengaja dilakukan. 

“Kami bertindak sesuai prosedur. Berbagai kategori telah memiliki aturan dan manajemen klinis yang memang telah ditetapkan dari pusat. Jadi tidak ada yang namanya ‘pengcovidan kasus’,” tuturnya.