Kampung Kalkun, Ikon Baru Kudus

Semarang – Kudus merupakan sebuah kota yang unik. Dikenal sebagi kabupaten dengan wilayah terkecil se Jawa Tengah, namun memiliki potensi agroindustri yang unik sekaligus potensial. Hal tersebut mengemuka pada acara Panggung Civil Society: Membangun Indonesia lebih baik “Kebangkitan Agro Industri di Era Revolusi Industri4.0; Dari Kudus Menuju Pasar Global”  yang disiarkan oleh radio Idola FM bertempat di hotel Grand Edge Semarang (26/9).
Pada talk show yang dipandu oleh Nadia Ardiwinata tersebut, menghadirkan Bupati Kudus- HM Hartopo, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan  Kab.Kudus-Catur Sulistyanto S.Sos. MM., dosen Fakultas Peternakan dan Pertanian UNDIP-Ir. Bambang Sulistyanto, M.Agr.Sc., Ph.D dan Fachrul Hery Budian selaku peternak kalkun.


Disampaikan oleh Catur, Kudus walaupun tidak memiliki lahan pertanian yang luas, namun memiliki potensi di bidang peternakan dan pertanian yang bisa dibanggakan. Salah  satunya yang saat ini menjadi ikon baru Kudus adalah keberadaan kampung Kalkun. “Ini adalah potensi baru di kabupaten Kudus. Mungkin banyak yang masih skeptis terhadap potensi kalkun, namun jangan salah. Di kampung kalkun, dari hulu hingga hilir telah siap untuk dikembangkan,” ujarnya. Saat ini pihaknya tengah mempersiapkan Desa Undaan Tengah untuk dapat dilaunching sebagai kampung kalkun. “Populasi kalkun di sana mencapai 1.000 ekor dengan peternak sekitar 40 orang,” terangnya.

Hal tersebut diamini oleh Bambang, selaku akademisi dari UNDIP yang melakukan pendampingan langsung di lokasi. “Potensinya luar biasa. Saat ini bahkan demand lebih tinggi daripada supply-nya. Artinya, masih terbuka luas peluang kalkun untuk terus dikembangkan,” katanya. Oleh karenanya, pihaknya tertarik untuk melakukan pendampingan. Berbagai teknologi pun dikembangkan bersama, mulai dari pengolahan pakan hingga pengolahan limbah. “Sehingga pelaku usaha kalkun ini bisa memperoleh hasil dari produk sampingan yang bisa dihasilkan, seperti misalnya pupuk organik,” imbuhnya.

Fachrul mengaku bahwa bisnis yang dimulainya ini awalnya adalah hobi. Namun saat ini dirinya makin optimis bahwa potensi bisnis dari kalkun ini terus berkembang. “Sampai saat ini saya belum berani melakukan MOU yang mensyaratkan adanya pasokan yang besar dan kontinyu,” akunya. Saat ini pihaknya baru bisa memenuhi 10 % potensi permintaan yang ada. Dirinya berharap agar para pelaku bisnis kalkun ini makin banyak agar potensi pasar yang belum tergarap dapat dikerjakan bersama-sama.
 

HM Hartopo mengaku bahwa potensi ini akan terus didorong untuk terus berkembang. Terlebih kalkun memilki potensi pasar yang luar biasa di luar negeri. Namun, kalkun pun bisa diolah dengan cita rasa lokal yang tidak kelah enaknya. “Ke depan, kita tidak hanya fokus pada budidaya kalkunnya saja. Namun bagaimana produk ini bisa dikemas dengan baik juga menjadi perhatian kami,” ujarnya. Pemkab akan terus melakukan pendampingan dan permodalan yang diperlukan. Tentunya hal tersebut membutuhkan sinergitas yang baik antara Pemkab, akademisi, lembaga keuangan dan masyarakat.