Plt. Bupati Kudus Terpukau Film Jejak Langkah 2 Ulama

KUDUS - Magis. Itulah kata yang kiranya tepat mewakili suasana kebatinan para spektator film berjudul "Jejak Langkah 2 Ulama". Film tersebut ditayangkan di Gedung Auditorium Universitas Muhammadiyah Kudus, Selasa (25/2) malam. Ratusan pasang mata, baik warga Muhammadiyah maupun warga Nahdlatul Ulama' Kudus, menjadi saksi betapa film tersebut mampu menggelorakan semangat persatuan. Alurnya mengalir runtut serta sarat makna. Pesan moralnya begitu dalam menyentuh jiwa. 

Ya, film yang disutradarai Sigit Ariansyah tersebut mengangkat kisah perjuangan dua orang sahabat yang menjadi tokoh pendiri organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama'. Mereka adalah KH. Ahmad Dahlan dan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari yang ternyata pernah berguru pada guru yang sama, KH. Soleh Darat di Semarang. Tak pelak jika kedua tokoh tersebut ibarat telaga yang airnya jernih, bening, dan segar menyuburkan Indonesia. Mereka memahami perbedaan dan menjunjung persamaan. 

Maka, tak heran jika film tersebut mampu memukau para penonton, tak terkecuali Plt. Bupati Kudus Hartopo yang menyempatkan hadir untuk nonton bareng. Selama menonton film berdurasi sekitar 2,5 jam tersebut, Hartopo yang mengenakan sweater biru tampak antusias. Sesekali ia tertawa melihat beberapa adegan dalam film. 

Pada kesempatan itu, Hartopo menyakini film "Jejak Langkah 2 Ulama" mampu dijadikan sebagai referensi sikap keteladanan bagi generasi muda. Utamanya, sikap tawadhu'. Menurutnya, sikap tawadhu' sangat penting ketika dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. "Mari kita jadikan film ini sebagai salah satu sumber belajar bagi generasi milenial. Utamanya penanaman sikap tawadhu'," katanya. 

Selain itu, penayangan film tersebut diharapkan Hartopo dijadikan sebagai ajang untuk mencari inspirasi dan introspeksi diri. Dari sikap-sikap alim ulama yang ada dalam adegan juga dapat diambil hikmah dan pelajarannya. Pada akhirnya, film tersebut menjadi sumber pengetahuan bagaimana memamahi perbedaan dan menghadapi persamaan. "Kita jadikan sarana untuk menggali inspirasi dan introspeksi. Kita jadikan pesan moralnya sebagai hikmah dan pelajaran di masa kini dan masa yang akan datang," jelasnya.